Selasa, 22 Oktober 2019

konsep dasar pendidikan islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman, pembahasan konsep dan pendidikan semakin meluas dan memiliki ruang yang signifikan untuk terus dikaji ulang. Ada tiga alasan yang melatar belakangi terjadinya hal itu: pertama, pendidikan melibatkan peserta didik, pendidik dan penanggung jawab pendidikan, yang ketiganya merupakan sosok manusia yang dinamis; kedua, perlunya inovasi pendidikan untuk mengimbangi perkembangan sains dan teknologi; ketiga, tuntutan dari globalisasi dalam segala hal. Ketiga alasan diatas merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, agar manusia terus melangsungkan kehidupannya dalam kondisi yang dinamis, inovatif dan mengglobal ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Al- Ta’lim, Al- Tarbiyah, dan Al Ta’dib ?
2.      Apa sajakah Asas-asas Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana esensi tujuan dari Pendidikan Islam
4.      Bagaimana Rumusan World Comfremce of Muslim Education tentang Pendidikan Islam?

C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan Al- Ta’lim, Al- Tarbiyah, dan Al Ta’dib ?
2.      Untuk mengetahui  Asas-asas Pendidikan Islam?
3.      Untuk mengetahui esensi tujuan dari Pendidikan Islam
4.      Untuk mengetahui  Rumusan World Comfremce of Muslim Education tentang Pendidikan Islam?




BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM

A.    Definisi Pendidikan Islam
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:263) pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.”
Sedangkan menurut para ahli, pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2.      Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifesatsi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
3.      Menurut Frederick  J. Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.
Dari pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat diartikan secara sempit dan dapat pula diartikan secara luas. Secara sempit dapat diartikan “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai dewasa.”[1]
Adapun pengertian pendidikan secara luas adalah “segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat”.[2]
Sedangkan kaitannya dengan Islam, maka ada tiga istilah umum yang sering digunakan dalam pendidikan (Islam), yaitu: at-Tarbiyyah (pengetahuan tentang ar-Rabb), at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), dan at-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).
Setidak-tidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendidikan Islam di atas, yaitu:
Pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu pembinaan terhadap keduanya harus seimbang (tawazun).
Kedua, Pendidikan Islam berdasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri.
Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai. Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar. Berdasarkan pengertian dari tiga poin di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[3]


1.      Pengertian At-Ta’lim
Kata Ta’lim adalah masdhar dari علّم yang diambil dari عَلِم yang berpola kepada فَعّل. Wazan ini salah satu fungsinya adalah li-ta’diyat, yaitu untuk menjadikan kata kerja yang asalnya tidak berobjek, menjadi berobjek, atau kata kerja yang asalnya berobjek atau menjadi berobjek dua.
Para ahli bahasa Arab telah memberikan arti pada kata ‘alima  dengan beberapa arti. Arti-arti itu dapat dilihat dalam penggunaannya di kalangan orang Arab. Misalnya, ‘alimtu ‘sy-syai-a artinya ‘araftu (mengetahui,mengenal), ‘alima bi’sy-syai-I artinya sya’ara (mengetahui,merasa), ‘alima ‘r-rajula artinya khabarahu (memberi kabar kepadanya). Kata al-‘ilmu (العلم) yang merupakan masdhar dari  علّم bermakna idraku’sy-syai-a bi haqiqatihi ( mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya ), sedangkan kata ‘alima sendiri artinya ‘arafahu wa tayaqqanahu (mengetahui dan meyakininya).
Al-Munawwir menyebutkan makna العلم علّم dengan arti mengajar. Begitu juga dengan علّمه, artinya hadzdzabahu (mendidik). Kata a’lama yang bentuk mashdarnya al-I’lam berarti memberitahu.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa  makna ta’lim secara bahasa adalah memberitahukan, menerangkan, mengabarkan, yaitu memberitahukan atau menerangkan sesuatu (ilmu) yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering sehingga dapat mempersepsikan maknanya dan berbekas pada diri muta’allim.
Secara  bahasa berarti pengajaran ( masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman ), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( keterampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur “
Berkaitan dengan kata at-ta’lim dalam al-Qur’an dipakai kata yang berupa fi’l (kata kerja) dan ism (kata benda). Kata yang serupa digunakan dalam dua bentuk : (1) fi’l madliy disebut 25 kali dalam 25 ayat di 15 surat; (2) fi’l mudhari disebut 16 kali dalam 16 ayat di 8 surat.
Kata-kata dalam bentuk fi’l madliy (kata kerja lampau) adalah ‘allama ((علّم dengan berbagai variasinya, antara lain :
1.      QS. An-Nisa (4):113 وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمْ
Al-Juzi dan Ash-Shawi tidak menjelaskan makna ‘allama secara khusus, mereka hanya menyebutkan objek yang diajarkan kepada Nabi Muhammad saw yaitu hukum, berita ghaib, kitab, dan hikmah. Tapi dengan melihat objeknya, yaitu Nabi Muhammad saw, maka ‘allama dapat diartikan auha, yaitu mewahyukan atau pemberitahuan melalui wahyu. 
2.      QS. Yasin (36): 69.وَمَا عَلّمْنَهُ الشِّعْرِ
Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad)
Ayat di atas memberi pengertian bahwa ‘allama denga kata yang sama, yaitu ‘allama. Sementara Ash-Shawi menjelaskannya dengan kata auha.
Secara kontes, ayat tersebut berkaitan dengan Nabi Muhammad saw, bahwa Allah swt tiidak mengajarkan kepada Muhammad saw al-Qur’an berupa syair. Dan sebagainya.
At-Ta’lim dalam al-qur’an menggunakan bentuk fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda), dalam fi’il madliy disebutkan sebanyak 25 ayat dari 15 surat, Fi’il mudlari 16 kali dalam 8 surat. Kata-kata at-Ta’lim dalam bentuk fi’l madliy (kata kerja lampau) adalah ‘allama ( ) dengan berbagai  variasinya, antara lain:
1.      QS. Al-Baqarah : 31
Al-Maraghi menjelaskan kata ‘allama dengan alhamahu (memberi Ilham), maksudnya  Allah SWT, memberi ilham kepada Nabi Adam as. untuk mengetahui jenis-jenis yang telah diciptakan beserta zat, sifat, dan nama-namanya.
2.      Q.S. Ar-Rahman : 1-4
Kata Allama’ mengandung arti memberitahukan, menjelaskan, memberi pemahaman.
3.      QS. Al-‘Alaq : 4-5
Ash-Shawi, Al-Maraghi, dan Al-Juzi menafsirkan makna ‘allama, dengan makna memberitahukan atau menyampaikan ilmu menulis dengan kalam, menjadikan kalam sebagai alat untuk saling memahami di antara manusia.

2.      Pengertian At-Tarbiyat
Secara umum kata At-tarbiyat dapat dikembalikan kepada tiga kata kerja yang berbeda, antara lain:
1.      Raba’-Yarbu’ yang bermakna nama-yanmu, artinya berkembang.
2.      Rabiya-yarba yang bermakna nasya-a, tara’ra-a artinya tumbuh.
3.      Rabba-yarubbu yang bermakna aslahahu,tawalla’amrahu, sasa-ahu, wa qama ‘alaihi, wa ra’ahu yang berarti memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga, dan memeliharanya atau mendidik.
Secara etimologis, kata tarbiyat adalah mashdar (asal kata) dari kata raba’-yarbu’rabwan-rabaan kemudian kata ini dirubah kedalam tsulatsi mazid dengan pola fa-‘ala-yufa’-ilu-taf’ilan, maka kata itu menjadi rabba’-yurabbi’-tarbiyatan.
Al-Manzhur dan Az-Zubaidi menjelaskan bahwa pendidikan berarti baiknya pemeliharaan dan pengurusan hingga melewati masa kanak-kanak baik ia anaknya atau bukan. Kemudian ia menambahkan bahwa tarbiyat di sini diartikan juga ghadzautuhu artinya memberi makan atau mengurus.
Selanjutnya, Al-Manzhur mengemukakan bahwa rabba-yarubbu-rabban memiliki arti malakahu, artinya memiliki atau menguasai. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa kata rabba-yarubbu-rabban wa rababan wa rabanan bermakna pula namma’ (mengembangkan), dan aslaha (membereskan atau mengatur).
Az-Zubaidi menjelaskan makna yang sama dengan Al-Manzhur di atas, namun ia menambahkan dengan arti lain, yaitu kata lazima artinya menetap (tinggal suatu tempat).
Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa  kata rabba itu berarti jama’a wa zada (mengumpulkan, menambahkan), dan wa aqama (tinggal/menetap). Arti ini merupakan penguat sekaligus mempertegas pengertian yang disampaikan oleh kedua tokoh bahasa di atas, juga sebagai bukti bahwa para ahli di atas saling melengkapi.
Berkaitan dengan arti tarbiyat di atas, Al-Manzhur mengemukakan ada sejumlah kosa kata yang semakna dengan ‘tarbiyat’, namun pada hakikatnya tidak membentuk kata tarbiyat. Kata-kata tersebut adalah rabba-rabban, rabbaba-tarbiban; tarabba-tarabbiyan.
Akar kata rabiya-yarba menurut Al-Manzhur memiliki dua mashdar, yaitu raba’an wa ribyan, yang artinya nasya’tu fihim (berkembang). Selanjutnya Al-Manzhur menjelaskan bahwa kata rabiya-yarba semakna dengan raba’-yarbu’-rabwan wa rubuwan, seperti dalam kalimat “rabautu’r-rabiyata”, artinya ‘allawtuha (meninggikan).
Dari uraian beberapa ahli bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, kata tarbiyat mempunyai banyak makna, antara lain: al-ghadzdza (memberi makan atau memelihara; ahsanu al-qiyami ‘alaihi wa waliyyihi ( baiknya pengurusan dan pemeliharaan); nammaha wa zadaha (mengembangkan dan menambahkan); malakahu (memiliki); ansya-ahu (mengem-bangkan);dan allawtuhu (meninggikan).
Dalam leksikologi Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
1.      Rabba, yarbu, tarbiyah : yang memiliki makna ‘tambah’ (Zad) dan ‘berkembang’ (nama). Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-Rum ayat 39. “ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.” Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2.      Rabba, yurbi, tarbiyah : yang meiliki makna tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untu menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
3.      Rabba, yarubbu, tarbiyah : yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, meberi makan, mengasuh, tuan, memiliki,  mengatur, dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.
Jika istilah tarbiyah diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayani) maka ia memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, membesarkan dan menjinakkan. Pemahaman tersebut diambil dari tiga ayat dalam Al-Qur’an. Dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 disebutkan : “ kama rabbayani shagira, sebagaimana mendidik sewaktu kecil “ Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada domain jasmani, tetapi juga domain rohani.
Sedang dalam QS. Asy-Syu’ara ayat 18 disebutkan: “alam nurabbika fina walida, bukankah kami telah mengasuhmu diantara (keluarga) kami. “ Ayat ini mennjukkan pengasuhan Fir’aun terhadap Nabi Musa sewaktu kecil, yang mana pengasuhan itu hanya sebatas pada domain jasmani, tanpa melibatkan domain rohani.
Sementara dalam QS. al-Baqarah : 276 disebutkan : “ Yamhu Allah al-riba  wa yurbi shadaqah, Allah menghapus sistem riba dan mengembangkan sistem sedekah. “ Ayat ini berkenaan dengan makna ‘menumbuh kembangkan’ dalam pengertian tarbiyah, seperti Allah menumbuh kembangkan sedekah dan menghapus riba.
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tapi juga afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan menumbuhkan kematangan mentalnya. Dua pendapat ini memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan, yaitu kognitif (cipta), afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan, yaitu jasmani dan rohani.
Merujuk pada kesamaan akar, konsep tarbiyah selalu saja dikaitkan dengan konsep tauhid rububiyyah. tauhid rububiyyah adalah mengesakan Allah SWT. dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk (QS. al-Zumar:62), memberi rezki (QS. Hud:6), menguasai dan mengatur alam semesta. Tidak mungkin alam yang tercipta dan tersusun dengan rapi ini dikendalikan dengan dua kekuatan atau lebih, maka akan terjadi perebutan kehendak yang mengakibatkan kehancuran (QS. al-Anbiya: 22), atau jika masing-masing Tuhan itu berkompromi untuk menciptakan sesuatu berarti kekuasaan masing-masing Tuhan tidak mutlak, karena dibatasi oleh kekuasaan Tuhan yang lain. Hal itu mengandung arti bahwa esensi pendidikan Islam harus mengandung pengembangan jiwa tauhid rububiyyah, tanpa itu maka pendidikan Islam akan kehilangan makna.
Tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (Rabbani) kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.”
Pemahaman istilah tarbiyah dapat dilihat dibawah ini
تَبْلِيغُ الشَّيئِ اِلَي كَمَالِهِ شَيأً فَشَيأً بِحَسْبِ اِسْتِعْدَادِهِ “ Proses menyampaikan (transformasi)sesuatu sampai apda batas kesempurnaan yang dilakukan tahap demi tahap sebatas pada kesanggupannya “
Dalam pengertian tarbiyah ini, terdapat lima kata kunci yang dapat dianalisis :
1.      Menyampaikan (al-tabligh). Pendidikan dipandang sebagai usaha penyampaian, pemindahan dan transformasi dari orang yang tahu (pendidik) pada orang yang tidak tahu (peserta didik) dan dari orang yang dewasa pada orang yang belum dewasa.
2.      Sesuatu (al-asay). Maksud dari ‘sesuatu’ di sini adalah kebudayaan, baik material maupun nonmaterial (ilmu pengetahuan, seni, estetik, etika, dan lain-lain) yang harus diketahui dan internalisasikan oleh peserta didik.
3.      Sampai pada batas kesempurnaan (ila kamalihi). Maksudnya adalah bahwa proses pendidikan itu berlangsung terus menerus tanpa henti, sehingga peserta didik memperoleh kesempurnaan, baik dalam pembentukan karakter dengan nilai-nilai tertentu maupu memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.
4.      Tahap demi tahap (syay’ fa syay’). Maksudnya, transformasi ilmu pengetahuan dan nilai dilakukan dengan berjenjang menurut tingkat kedewasaan perserta didik, baik secara boilogis, psikologis, social, maupun spiritual.
5.      Sebatas pada kesanggupannya (bi hasbi isti’ dadihi). Maksudnya dalam proses transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui tingkat peserta didik, baiik dari sisi usia, kondisi fisik, psikis, social, ekonomi dan sebagainya, agar dalam tarbiyah itu ia tidak mengalami kesulitan.
Asumsi pengertian ini, sebagaimana yang di isyaratkan dalam surah QS. An-Nahl ayat 78, adalah bahwa manusia dilahirkan oleh ibu nya dengan tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah SWT. Memerikan potensi pendengaran (sam’a), penglihatan (abshar), dan hati nurani kepada manusia, agar ia mampu menangkap, mencerna, menganalisis, dan mengetahui apa yang datang dari luar.
Tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan. Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mengasuh, mendididk dan memelihara.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
Al-Qur’an sebagai kalamullah memiliki berbagai macam rahasia serta keistimewaan baik dalam isinya maupun dari segi kebahasaannya yang tidak terdapat dalam kitab suci agama lain. Begitu juga kosa kata yang ada kaitannya dengan istilah tarbiyat. Al-Qur’an menginformasikan kepada kita banyak kosa kata baik yang berhubungan langsung maupun tidak yang erat kaitannya dengan istilah tarbiyat. Dengan kata lain, akar kata tarbiyat telah ditemukan, baik yang berkaitan makna dengan ihwal tarbiyat maupun kosa kata dan derivasinya yang berhubungan erat dengan istilah ihwal tarbiyat.
Al-Baqi menjelaskan sejumlah kata, baik yang berhubungan langsung dengan ihwal pendidikan maupun yang tidak langsung. Kosa kata tersebut ada dalam bentuk fi’l (kata kerja) maupun dalam bentu ism (kata benda).  Adapun At-Tarbiyat dalam al-Qur’an, yaitu:
1.      Arbabun, terdapat dalm QS. Yusuf : 39. Al-Juzi  mengatakan bahwa arbabun dalam ayat tersebut artinya berhala, baik kecil maupun besar
2.      Arbaban, terdapat dalam QS. Ali Imran : 64. Ath-Thabari, Al-Juzi, Al-Maraghi bahwa yang dimaksud arbaban pada ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi yang menjadikan pendeta-pendetanya (seperti ulama dalam bidang agama).
3.      Ribbiyuna, terdapat dalam Q.S. Ali Imran : 146 “ sekelompok orang yang beribadah   kepada Tuhannya, baik dari kelompok ahli fiqih, para ulama, para pengajar maupun pelajar/siswa”.
4.      Rabiyan,  terdapat dalam Q.S. Ar-Ra’du : 17 “ tinggi diatas air /mengambang diatas air ”.
5.      Rabiyyata,  terdapat dalam Q.S. Al-Haqqat : 10, “ Kerasnya adzab/siksa Allah SWT ”.

3. Pengertian Al- Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Dengan pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam

B.     Asas-Asas Pendidikan Islam
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia “Asas” adalah dasar, yaitu suatu landasan untuk melakukan sesuatu.Asas juga dapat diartikan sebagai fondasi (Fundation). Fondasi pendidikan yaitu sesuatu yang memberikan dasar atau landasan terhadap penyelenggaraan sistem pendidikan yang dilakukan masyarakat.
Jadi Asas Pendidikan Islam adalah aqidah islam. Aqidah menjadi dasar kurikulum (mata ajaran dan metode pengajaran) yang diberlakukan oleh negara.  Aqidah islam berkonsekuensi ketaatan pada syari’at islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syari’at islam. Adapun macam-macam asas pendidikan islam, yaitu:
1.      Asas Ideal
Konsep Islam tentang manusia, alam, kehidupan dan akidah yang wajib diimani oleh manusia mempunyai 4 keistimewaan yaitu :
1.      Pemikiran yang menjadi dasar tatanan hidup Muslim sangat jelas.
2.      Dogma Islam itu logis, rasional dan sesuai dengan fitrah intelektual, instinktif dan psikis.
3.      Dogma ini disajikan secara konklusif.
4.      Al-Quran menggunakan metoda interogatif emosional yang menyentuh akal, perasaan, air mata, qalbu dan imaginasi, ketika berulang-ulang menyebutkan ayat-ayat Allah tentang kosmos dan diri kita sendiri.

2.      Asas Ta’abbudiyyah
Kata ta‘abbud bersumber dari akar kata (derivat) ‘abd dan ‘ubudiyyah yang bermakna ibadah dan penghambaan.
a.        Makna ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan.Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58].

3.      Asas Tasyri’
Menurut al Qur’an, syara’ adalah :
a.       Pemberlakuan ajaran Islam
b.      Penjelas aqidah yang wajib di imani
c.       Penjelas ibadah kepada Allah menurut asanya
d.      Sandaran perintah dan larangan yang di tetapkan.
Barang siapa memperkenankan dirinya untuk membuat syari’at, atau menaati yang tidak di syari’atkan oleh Allah, berarti dia telah menyukutukan Allah dengan tuhan lain. Oleh karena itu Allah melukiskan orang yang menyukutan syari’atnya kedalam surat At-Taubah: 31.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ...                                
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rohib-rohib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah …” (Q.S 9 at-Taubah:31)

C.    Esensi Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam terkait erat dengan tujuan penciptaan Manusia sebagai khalifah allah dan sebagai Hamba allah[4]. Dalam rangkaian tujuan pendidikan Islam, salah satu pakar pendidikan islam mengutarakan rincian tujuannya yaitu[5]:
1.      Untuk membantuk pembentukan akhlak
2.      Persiapan kehidupan di dunia dan Akhirat
3.      Menumbuhkan ruh ilmiyah
4.      Menyiapkan peserta didik dari segi profesional.
5.      Persiapan dalam berusaha untuk mencari rezeki
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah membentuk pribadi seorang muslim dan muslimat untuk menjadi hamba yang taat, tunduk dan patuh Kepada Allah. Selain itu, Tujuan Pendidikan Islam juga berorientasi kepada perwujuan suatu sikap yang selalu menghadirkan Allah sebagai Tuhan yang selalu mengawasi setiap makhluknya.
Oleh karenanya, jika ini terwujud, maka akan terlahirlah bibit-bibit manusia yang bertaqwa dan beriman dan selalu berada dijalan yang benar dengan kehidupan bahagia dunia dan akhirat.

D.    Rumusan World Confrence of Muslim Education tentang Pendidikan Islam
RECOMMENDATION OF FIRST WORLD CONFERENCE ON MUSLIM EDUCATION 1977 IN MEKKA (THE GENERAL PRUDENTION OF MUSLIM EDUCATION CONCEPT) = Rekomendasi Konferensi Dunia I umat Islam tentang Pendidikan Islam Di Mekah Tahun 1977 ( Kebijakan Umum Umat Islam Tentang Konsep Pendidikan Islam)

Pada Konferensi Dunia pertama tentang pendidikan pada tahun 1977 di Mekkah para sarjana merumuskan apa sarasaran tujuan pendidikan itu? Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia, secara total membahas latihan semangat, intelektual rasional diri, perasaan dan kepekaan rasa tubuh.
Dalam upaya mencapai tujuan itu para peserta akhirnya merumuskan desain baru tentang kurikulum atas dasar klasifikasi baru mengenai ilmu pengetahuan. Klasifikasi tersebut menegaskan ada dua kategori yaitu pengetahuan abadi yang berasal dari al-Quran dan sunah, yang berarti semua pengetahuan yang berorientasi pada syari’ah yang berhubungan dan berkaitan dengan itu, dan pengetahuan yang dipelajari yang rentan tehadap pertumbuhan kualitatif dan kuantitatif, begitu pula terhadap multiplikasi, variasi yang terbatas dan persilangan budaya selama tetap konsisten dengan syariah sebagai sumber nilai-nilai, umat islam pada saat itu bertekad pula untuk memperkuat pranata-pranata pendidikan dengan memberantas buta aksara memberantas kebodohan menanamkan kebajikan moral dan mengkonsolidasikan kebudayaannya dan memperkuat solidaritasnya dengan meyakini terus menyebarkan prinsip-prinsip islam dan penyebaran keagungan budayanya keseluruh masyarakat muslim di dunia.
Untuk membuat pendidikan yang berwatak islam, para penguasa yang berwenag dan para ahli bukan saja mengemukakan norma-norma tersebut secara lisan saja, tetapi menunjukan dan membantu para ahli pendidikan untuk menyusun kurikulum itu, penulisan buku-buku teks, buku penuntun guru dan pembuatan metodologi pengajaran.
Langkah-langkah untuk mencapai tujuan diatas adalah konseptualisasi dengan konsep keagamaan yang diambil dari Al-Quran dan As-Sunah karena sudah terbukti bahwa konsep sekularisasi atau konsep model pendidikan barat tidak dapat membuat dunia ini menjadi damai dan sejahtera.
Pada Konferensi Pertama tentang pendidikan yang diselenggarakan oleh Universitas King Abdul Aziz di Jeddah/Mekkah pada tahun 1977 bulan Maret – April telah sukses membahas tentang pendidikan formal dan non formal, dwi sistem pendidikan antara orang-orang yang berpikiran sekuler dan kelompok yang berpikiran keagamaan, hubungan antara pendidikan dan masyarakat dan masalah pendidikan wanita serta menggunakan sasaran dan tujuan pendidikan dengan pola ideal disemua cabang pendidikan.
Konferensi juga membagi pengetahuan ke dalam dua kategori yaitu pengetahuan yang diterima sebagai wahyu dan pengetahuan yang diperoleh. Pembuatan pola kurikulum yang dibuat pada Konferensi Kedua di Islamabad Pakistan bulan maret 1980 yaitu penekanan di berikan pada reorganisasi pendidikan umum dengan pendekatan islam yang diberikan pada mahasiswa, dan pada Konferensi dunia Ketiga tentang pendidikan islam pada bulan maret 1981 di IIER (Institut Pendidikan dan Riset Islam) di Bangladesh membahas masalah mempersiapkan buku – buku teks yang disediakan oleh pihak berwenang dalam pendidikan kalau mereka ingin melaksanakan sebuah kurikulum ideal. Selanjutnya pada Konferensi Keempat di Jakarta tahun 1982 di prakarsai oleh UII Universitas Islam Indonesia dan universitas King Abdul Aziz dan pusat dunia bagi pendidikan islam, mereka merekomendasikan tentang konseptualisasi dari sudut pandang islam, produksi buku teks dan metodologi pengajaran.
Salah satu timbulnya konflik dalam masyarakat islam adalah perbedaan antara sistem tradisional dan modern dan ini hanya bisa bersatu atau di padukan apabila di silabus dan mata pelajaran dan buku teks dibuat berdasarkan konsep islam dan ini telah dilaksanakan oleh institut pendidikan dan riset islam di Bangladesh untuk semua sekolah dasar dan madrasah tradisional. Adapun untuk tingkat menengah dan universitas diperkenalkan pendidikan umum dengan menggunakan pada semua cabang pengetahuan dari sudut pandangan islam. dan para sarjana yang berada di akademi islam di Cambridge telah menulis buku-buku tersebut untuk membantu para guru mengajarkan atau melakukan pendekatan terhadap studi pengajaran ilmu-ilmu alam dan sosial serta humaniora dari sudut pandangan islam.Untuk itu kita harus selalu mengahargai bagaimana para filosof telah banyak menyumbangkan berbagai karya ilmiyahnya demi perkembangan pendidikan islam sekarang dan masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Konsep Dasar Pendidikan Islam bermuara dalam dasar, tujuan, aspek-aspek serta realisasi sebagai bukti atas teori yang harus dibuktikan. Mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa merupakan satu satunya tujuan akhir yang dimaksudkan kepada seluruh manusia, Karena pada hakikatnya seluruh alam yang diciptakan ini sebagai alat dan sarana bagi manusia untuk membina dan membentuk diri menjadi manusia yang bertanggung jawab atas amanah yang diberikan.
Asas pendidikan islam adalah aqidah islam yang menjadi tumpuan berfikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Asas-asas pendidikan islam itu terdiri dari: Asas Ideal, Asas Ta’bbudiyyah dan Asas Tasyri’. Asas pendidikan menjadi dasar kurikulum (mata ajaran dan pengajaran) yang diberlakukan.
Asas pandangan islam itu bersifat universal dalam pandangan penumpuan, dan tafsirannya terhadap alam semesta. Asas ini menekankan pandangan yang universal antara jasmani dan rohani, antara jiwa dan raga, antara individu dan masyarakat, dan antara dunia dan akhirat.Asas Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter

B.     SARAN
Makalah ini adalah hasil buah tangan penulis yang masih sangat kurang ilmu pengetahuan, dan penulis juga sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih menyisakan banyak kesalahan dan kekurangan.Oleh karena itu, sebagai penulis kami mohon kerendahan hati dari para pembaca untuk memaklumi kekurangannyadan diharapkan kesediaannya untuk memberikan kritik yang bersifat konstkruktif untuk menjadi bahan evaluasi bagi penulis agar di kemudian hari dapat menulis dengan lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata,  Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Bandung: Penerbit Angkasa, 2003).

A. Yunus, Filsafat Pendidikan, (Bandung:  Penerbit CV.  Citra  Sarana  Grafika. 1999).

Ahmad D. Marribah,  Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif. 1981).

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung:  Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-4, 2001).

Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).

Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. (Bandung:Mizan, 1996. cet. Ke-3), hal. 382-383.

Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung: Mizan. 1984. cet. Ke-1) .








[1] Ahmad D. Marribah,  Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif. 1981). hlm. 30
[2] Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung: Mizan. 1984. cet. Ke-1) . hlm. 60.
[3]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung:  Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-4, 2001). hal. 32.
[4]Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 7.
[5]Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar