BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring
perkembangan zaman, pembahasan konsep dan pendidikan semakin meluas dan
memiliki ruang yang signifikan untuk terus dikaji ulang. Ada tiga alasan yang
melatar belakangi terjadinya hal itu: pertama, pendidikan melibatkan
peserta didik, pendidik dan penanggung jawab pendidikan, yang ketiganya
merupakan sosok manusia yang dinamis; kedua, perlunya inovasi pendidikan
untuk mengimbangi perkembangan sains dan teknologi; ketiga, tuntutan
dari globalisasi dalam segala hal. Ketiga alasan diatas merupakan tantangan
yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, agar manusia terus melangsungkan
kehidupannya dalam kondisi yang dinamis, inovatif dan mengglobal ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Al- Ta’lim, Al- Tarbiyah, dan Al Ta’dib ?
2. Apa sajakah
Asas-asas Pendidikan Islam?
3. Bagaimana
esensi tujuan dari Pendidikan Islam
4. Bagaimana
Rumusan World Comfremce of Muslim Education tentang Pendidikan Islam?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan Al- Ta’lim, Al- Tarbiyah, dan Al Ta’dib
?
2. Untuk
mengetahui Asas-asas Pendidikan Islam?
3. Untuk
mengetahui esensi tujuan dari Pendidikan Islam
4. Untuk
mengetahui Rumusan World Comfremce of
Muslim Education tentang Pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.
Definisi Pendidikan Islam
Istilah
pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001:263) pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.”
Sedangkan
menurut para ahli, pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Menurut John Dewey, pendidikan
adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi
di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin
pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan
sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum
dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2.
Menurut H. Horne, pendidikan adalah
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifesatsi dalam alam sekitar intelektual,
emosional dan kemanusiaan dari manusia.
3.
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses
atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang
dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang,
sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.
Dari
pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat diartikan
secara sempit dan dapat pula diartikan secara luas. Secara sempit dapat
diartikan “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai dewasa.”[1]
Adapun
pengertian pendidikan secara luas adalah “segala sesuatu yang menyangkut proses
perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan mengembangkan
nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi
orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat”.[2]
Sedangkan
kaitannya dengan Islam, maka ada tiga istilah umum yang sering digunakan dalam
pendidikan (Islam), yaitu: at-Tarbiyyah
(pengetahuan tentang ar-Rabb), at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam
mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ilmiah), dan at-Ta’dib (integrasi
ilmu dan amal).
Setidak-tidaknya
ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendidikan Islam
di atas, yaitu:
Pertama, pendidikan
Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu pembinaan terhadap keduanya harus
seimbang (tawazun).
Kedua, Pendidikan
Islam berdasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius. Ini berarti bahwa pendidikan
Islam tidak mengabaikan teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri.
Ketiga, adanya unsur
takwa sebagai tujuan yang harus dicapai. Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa
merupakan benteng yang dapat berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh
negatif yang datang dari luar. Berdasarkan pengertian dari tiga poin di atas
dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan yang diberikan oleh
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[3]
1. Pengertian At-Ta’lim
Kata
Ta’lim adalah masdhar dari علّم yang diambil dari عَلِم yang berpola kepada فَعّل.
Wazan ini salah satu fungsinya adalah li-ta’diyat, yaitu untuk menjadikan kata
kerja yang asalnya tidak berobjek, menjadi berobjek, atau kata kerja yang
asalnya berobjek atau menjadi berobjek dua.
Para
ahli bahasa Arab telah memberikan arti pada kata ‘alima dengan beberapa
arti. Arti-arti itu dapat dilihat dalam penggunaannya di kalangan orang Arab.
Misalnya, ‘alimtu ‘sy-syai-a artinya ‘araftu (mengetahui,mengenal), ‘alima
bi’sy-syai-I artinya sya’ara (mengetahui,merasa), ‘alima ‘r-rajula artinya
khabarahu (memberi kabar kepadanya). Kata al-‘ilmu (العلم) yang merupakan
masdhar dari علّم bermakna idraku’sy-syai-a bi haqiqatihi ( mengetahui
sesuatu dengan sebenar-benarnya ), sedangkan kata ‘alima sendiri artinya
‘arafahu wa tayaqqanahu (mengetahui dan meyakininya).
Al-Munawwir
menyebutkan makna العلم علّم dengan arti mengajar. Begitu juga dengan علّمه,
artinya hadzdzabahu (mendidik). Kata a’lama yang bentuk mashdarnya al-I’lam
berarti memberitahu.
Dari
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna ta’lim secara bahasa
adalah memberitahukan, menerangkan, mengabarkan, yaitu memberitahukan atau
menerangkan sesuatu (ilmu) yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering
sehingga dapat mempersepsikan maknanya dan berbekas pada diri muta’allim.
Secara bahasa berarti pengajaran ( masdar dari
‘alama-yu’alimu-ta’liman ), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat
pemberian atau penyampian pengertian, pemberian pengetahuan, pemahaman,
pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih
dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal
yang bermanfaat bagi dirinya ( keterampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim,
berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju
dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat
An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati agar kamu bersyukur “
Berkaitan
dengan kata at-ta’lim dalam al-Qur’an dipakai kata yang berupa fi’l (kata
kerja) dan ism (kata benda). Kata yang serupa digunakan dalam dua bentuk : (1)
fi’l madliy disebut 25 kali dalam 25 ayat di 15 surat; (2) fi’l mudhari disebut
16 kali dalam 16 ayat di 8 surat.
Kata-kata
dalam bentuk fi’l madliy (kata kerja lampau) adalah ‘allama ((علّم dengan
berbagai variasinya, antara lain :
1. QS.
An-Nisa (4):113 وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمْ
Al-Juzi
dan Ash-Shawi tidak menjelaskan makna ‘allama secara khusus, mereka hanya
menyebutkan objek yang diajarkan kepada Nabi Muhammad saw yaitu hukum, berita
ghaib, kitab, dan hikmah. Tapi dengan melihat objeknya, yaitu Nabi Muhammad
saw, maka ‘allama dapat diartikan auha, yaitu mewahyukan atau pemberitahuan
melalui wahyu.
2. QS.
Yasin (36): 69.وَمَا عَلّمْنَهُ الشِّعْرِ
Dan kami tidak mengajarkan syair
kepadanya (Muhammad)
Ayat di atas memberi pengertian bahwa ‘allama denga kata yang sama, yaitu ‘allama. Sementara Ash-Shawi menjelaskannya dengan kata auha.
Secara kontes, ayat tersebut berkaitan dengan Nabi Muhammad saw, bahwa Allah swt tiidak mengajarkan kepada Muhammad saw al-Qur’an berupa syair. Dan sebagainya.
Ayat di atas memberi pengertian bahwa ‘allama denga kata yang sama, yaitu ‘allama. Sementara Ash-Shawi menjelaskannya dengan kata auha.
Secara kontes, ayat tersebut berkaitan dengan Nabi Muhammad saw, bahwa Allah swt tiidak mengajarkan kepada Muhammad saw al-Qur’an berupa syair. Dan sebagainya.
At-Ta’lim dalam
al-qur’an menggunakan bentuk fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda), dalam
fi’il madliy disebutkan sebanyak 25 ayat dari 15 surat, Fi’il mudlari 16 kali
dalam 8 surat. Kata-kata at-Ta’lim dalam bentuk fi’l madliy (kata kerja lampau)
adalah ‘allama ( ) dengan berbagai variasinya, antara lain:
1. QS.
Al-Baqarah : 31
Al-Maraghi menjelaskan
kata ‘allama dengan alhamahu (memberi Ilham), maksudnya Allah SWT,
memberi ilham kepada Nabi Adam as. untuk mengetahui jenis-jenis yang telah
diciptakan beserta zat, sifat, dan nama-namanya.
2. Q.S.
Ar-Rahman : 1-4
Kata Allama’ mengandung
arti memberitahukan, menjelaskan, memberi pemahaman.
3. QS.
Al-‘Alaq : 4-5
Ash-Shawi, Al-Maraghi,
dan Al-Juzi menafsirkan makna ‘allama, dengan makna memberitahukan atau
menyampaikan ilmu menulis dengan kalam, menjadikan kalam sebagai alat untuk
saling memahami di antara manusia.
2.
Pengertian
At-Tarbiyat
Secara
umum kata At-tarbiyat dapat dikembalikan kepada tiga kata kerja yang berbeda,
antara lain:
1.
Raba’-Yarbu’ yang
bermakna nama-yanmu, artinya berkembang.
2.
Rabiya-yarba yang
bermakna nasya-a, tara’ra-a artinya tumbuh.
3.
Rabba-yarubbu yang
bermakna aslahahu,tawalla’amrahu, sasa-ahu, wa qama ‘alaihi, wa ra’ahu yang
berarti memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga, dan memeliharanya atau mendidik.
Secara etimologis, kata
tarbiyat adalah mashdar (asal kata) dari kata raba’-yarbu’rabwan-rabaan
kemudian kata ini dirubah kedalam tsulatsi mazid dengan pola
fa-‘ala-yufa’-ilu-taf’ilan, maka kata itu menjadi rabba’-yurabbi’-tarbiyatan.
Al-Manzhur dan
Az-Zubaidi menjelaskan bahwa pendidikan berarti baiknya pemeliharaan dan
pengurusan hingga melewati masa kanak-kanak baik ia anaknya atau bukan.
Kemudian ia menambahkan bahwa tarbiyat di sini diartikan juga ghadzautuhu
artinya memberi makan atau mengurus.
Selanjutnya, Al-Manzhur
mengemukakan bahwa rabba-yarubbu-rabban memiliki arti malakahu, artinya
memiliki atau menguasai. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa kata
rabba-yarubbu-rabban wa rababan wa rabanan bermakna pula namma’
(mengembangkan), dan aslaha (membereskan atau mengatur).
Az-Zubaidi menjelaskan
makna yang sama dengan Al-Manzhur di atas, namun ia menambahkan dengan arti
lain, yaitu kata lazima artinya menetap (tinggal suatu tempat).
Al-Fairuz Abadi
menjelaskan bahwa kata rabba itu berarti jama’a wa zada (mengumpulkan,
menambahkan), dan wa aqama (tinggal/menetap). Arti ini merupakan penguat
sekaligus mempertegas pengertian yang disampaikan oleh kedua tokoh bahasa di
atas, juga sebagai bukti bahwa para ahli di atas saling melengkapi.
Berkaitan dengan arti
tarbiyat di atas, Al-Manzhur mengemukakan ada sejumlah kosa kata yang semakna
dengan ‘tarbiyat’, namun pada hakikatnya tidak membentuk kata tarbiyat.
Kata-kata tersebut adalah rabba-rabban, rabbaba-tarbiban; tarabba-tarabbiyan.
Akar kata rabiya-yarba
menurut Al-Manzhur memiliki dua mashdar, yaitu raba’an wa ribyan, yang artinya
nasya’tu fihim (berkembang). Selanjutnya Al-Manzhur menjelaskan bahwa kata
rabiya-yarba semakna dengan raba’-yarbu’-rabwan wa rubuwan, seperti dalam
kalimat “rabautu’r-rabiyata”, artinya ‘allawtuha (meninggikan).
Dari uraian beberapa
ahli bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, kata tarbiyat
mempunyai banyak makna, antara lain: al-ghadzdza (memberi makan atau
memelihara; ahsanu al-qiyami ‘alaihi wa waliyyihi ( baiknya pengurusan dan
pemeliharaan); nammaha wa zadaha (mengembangkan dan menambahkan); malakahu
(memiliki); ansya-ahu (mengem-bangkan);dan allawtuhu (meninggikan).
Dalam leksikologi
Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat
beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani,
nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah
memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
1. Rabba,
yarbu, tarbiyah : yang memiliki makna ‘tambah’ (Zad) dan ‘berkembang’ (nama).
Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-Rum ayat 39. “ Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah.” Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan
proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2. Rabba,
yurbi, tarbiyah : yang meiliki makna tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau
dewasa (tara’ra’a). Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untu
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial,
maupun spiritual.
3. Rabba,
yarubbu, tarbiyah : yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai
urusan, memelihara dan merawat, memperindah, meberi makan, mengasuh, tuan,
memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya
pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih
baik dalam kehidupannya.
Jika istilah tarbiyah
diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayani) maka ia memiliki arti memproduksi,
mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan dan menjinakkan. Pemahaman tersebut diambil dari tiga ayat dalam Al-Qur’an.
Dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 disebutkan : “ kama rabbayani shagira, sebagaimana
mendidik sewaktu kecil “ Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang
tua kepada anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada domain jasmani, tetapi
juga domain rohani.
Sedang dalam QS.
Asy-Syu’ara ayat 18 disebutkan: “alam nurabbika fina walida, bukankah kami
telah mengasuhmu diantara (keluarga) kami. “ Ayat ini mennjukkan pengasuhan
Fir’aun terhadap Nabi Musa sewaktu kecil, yang mana pengasuhan itu hanya
sebatas pada domain jasmani, tanpa melibatkan domain rohani.
Sementara dalam QS.
al-Baqarah : 276 disebutkan : “ Yamhu Allah al-riba wa yurbi shadaqah,
Allah menghapus sistem riba dan mengembangkan sistem sedekah. “ Ayat ini
berkenaan dengan makna ‘menumbuh kembangkan’ dalam pengertian tarbiyah, seperti
Allah menumbuh kembangkan sedekah dan menghapus riba.
Menurut Fahr al-Razi,
istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tapi juga afektif.
Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani
anak dan menumbuhkan kematangan mentalnya. Dua pendapat ini memberikan gambaran
bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan, yaitu kognitif (cipta),
afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan, yaitu jasmani
dan rohani.
Merujuk pada kesamaan
akar, konsep tarbiyah selalu saja dikaitkan dengan konsep tauhid rububiyyah.
tauhid rububiyyah adalah mengesakan Allah SWT. dalam segala perbuatan-Nya,
dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk (QS.
al-Zumar:62), memberi rezki (QS. Hud:6), menguasai dan mengatur alam semesta.
Tidak mungkin alam yang tercipta dan tersusun dengan rapi ini dikendalikan
dengan dua kekuatan atau lebih, maka akan terjadi perebutan kehendak yang
mengakibatkan kehancuran (QS. al-Anbiya: 22), atau jika masing-masing Tuhan itu
berkompromi untuk menciptakan sesuatu berarti kekuasaan masing-masing Tuhan
tidak mutlak, karena dibatasi oleh kekuasaan Tuhan yang lain. Hal itu
mengandung arti bahwa esensi pendidikan Islam harus mengandung pengembangan
jiwa tauhid rububiyyah, tanpa itu maka pendidikan Islam akan kehilangan makna.
Tarbiyah dapat juga
diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (Rabbani)
kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam
memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi
pekerti, dan kepribadian yang luhur.”
Pemahaman istilah
tarbiyah dapat dilihat dibawah ini
تَبْلِيغُ الشَّيئِ اِلَي كَمَالِهِ شَيأً فَشَيأً بِحَسْبِ اِسْتِعْدَادِهِ “ Proses menyampaikan (transformasi)sesuatu sampai apda batas kesempurnaan yang dilakukan tahap demi tahap sebatas pada kesanggupannya “
تَبْلِيغُ الشَّيئِ اِلَي كَمَالِهِ شَيأً فَشَيأً بِحَسْبِ اِسْتِعْدَادِهِ “ Proses menyampaikan (transformasi)sesuatu sampai apda batas kesempurnaan yang dilakukan tahap demi tahap sebatas pada kesanggupannya “
Dalam pengertian
tarbiyah ini, terdapat lima kata kunci yang dapat dianalisis :
1. Menyampaikan
(al-tabligh). Pendidikan dipandang sebagai usaha penyampaian, pemindahan dan
transformasi dari orang yang tahu (pendidik) pada orang yang tidak tahu
(peserta didik) dan dari orang yang dewasa pada orang yang belum dewasa.
2. Sesuatu
(al-asay). Maksud dari ‘sesuatu’ di sini adalah kebudayaan, baik material
maupun nonmaterial (ilmu pengetahuan, seni, estetik, etika, dan lain-lain) yang
harus diketahui dan internalisasikan oleh peserta didik.
3. Sampai
pada batas kesempurnaan (ila kamalihi). Maksudnya adalah bahwa proses
pendidikan itu berlangsung terus menerus tanpa henti, sehingga peserta didik
memperoleh kesempurnaan, baik dalam pembentukan karakter dengan nilai-nilai
tertentu maupu memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.
4. Tahap
demi tahap (syay’ fa syay’). Maksudnya, transformasi ilmu pengetahuan dan nilai
dilakukan dengan berjenjang menurut tingkat kedewasaan perserta didik, baik
secara boilogis, psikologis, social, maupun spiritual.
5. Sebatas
pada kesanggupannya (bi hasbi isti’ dadihi). Maksudnya dalam proses
transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui tingkat peserta didik,
baiik dari sisi usia, kondisi fisik, psikis, social, ekonomi dan sebagainya,
agar dalam tarbiyah itu ia tidak mengalami kesulitan.
Asumsi pengertian ini,
sebagaimana yang di isyaratkan dalam surah QS. An-Nahl ayat 78, adalah bahwa
manusia dilahirkan oleh ibu nya dengan tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah
SWT. Memerikan potensi pendengaran (sam’a), penglihatan (abshar), dan hati
nurani kepada manusia, agar ia mampu menangkap, mencerna, menganalisis, dan
mengetahui apa yang datang dari luar.
Tarbiyah merupakan
bentuk mashdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan.
Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mengasuh, mendididk dan
memelihara.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di
atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani,
sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti
pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab
eksistensinya.
Al-Qur’an sebagai
kalamullah memiliki berbagai macam rahasia serta keistimewaan baik dalam isinya
maupun dari segi kebahasaannya yang tidak terdapat dalam kitab suci agama lain.
Begitu juga kosa kata yang ada kaitannya dengan istilah tarbiyat. Al-Qur’an
menginformasikan kepada kita banyak kosa kata baik yang berhubungan langsung
maupun tidak yang erat kaitannya dengan istilah tarbiyat. Dengan kata lain,
akar kata tarbiyat telah ditemukan, baik yang berkaitan makna dengan ihwal tarbiyat
maupun kosa kata dan derivasinya yang berhubungan erat dengan istilah ihwal
tarbiyat.
Al-Baqi menjelaskan
sejumlah kata, baik yang berhubungan langsung dengan ihwal pendidikan maupun
yang tidak langsung. Kosa kata tersebut ada dalam bentuk fi’l (kata kerja)
maupun dalam bentu ism (kata benda). Adapun At-Tarbiyat dalam al-Qur’an, yaitu:
1. Arbabun,
terdapat dalm QS. Yusuf : 39. Al-Juzi mengatakan bahwa arbabun dalam ayat
tersebut artinya berhala, baik kecil maupun besar
2. Arbaban,
terdapat dalam QS. Ali Imran : 64. Ath-Thabari, Al-Juzi, Al-Maraghi bahwa yang
dimaksud arbaban pada ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi yang menjadikan
pendeta-pendetanya (seperti ulama dalam bidang agama).
3. Ribbiyuna,
terdapat dalam Q.S. Ali Imran : 146 “ sekelompok orang yang
beribadah kepada Tuhannya, baik dari kelompok ahli fiqih, para
ulama, para pengajar maupun pelajar/siswa”.
4. Rabiyan,
terdapat dalam Q.S. Ar-Ra’du : 17 “ tinggi diatas air /mengambang diatas air ”.
5. Rabiyyata,
terdapat dalam Q.S. Al-Haqqat : 10, “ Kerasnya adzab/siksa Allah SWT ”.
3. Pengertian
Al- Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari
kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan
menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan
kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib
Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam
tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur
pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu
menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan
dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib
adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Adapun ta’dib, titik
tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar
menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Dengan pemaparan ketiga
konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam
dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”,
perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu
‘alam
B. Asas-Asas Pendidikan Islam
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia “Asas” adalah dasar, yaitu suatu landasan untuk
melakukan sesuatu.Asas juga dapat diartikan sebagai fondasi (Fundation). Fondasi
pendidikan yaitu sesuatu yang memberikan dasar atau landasan terhadap
penyelenggaraan sistem pendidikan yang dilakukan masyarakat.
Jadi
Asas Pendidikan Islam adalah aqidah islam. Aqidah menjadi dasar kurikulum (mata
ajaran dan metode pengajaran) yang diberlakukan oleh negara. Aqidah islam berkonsekuensi ketaatan pada
syari’at islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan
kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syari’at islam. Adapun macam-macam asas pendidikan islam, yaitu:
1. Asas
Ideal
Konsep Islam tentang manusia, alam,
kehidupan dan akidah yang wajib diimani oleh manusia mempunyai 4 keistimewaan
yaitu :
1.
Pemikiran yang menjadi dasar tatanan hidup
Muslim sangat jelas.
2.
Dogma Islam itu logis, rasional dan sesuai
dengan fitrah intelektual, instinktif dan psikis.
3.
Dogma ini disajikan secara konklusif.
4.
Al-Quran menggunakan metoda interogatif
emosional yang menyentuh akal, perasaan, air mata, qalbu dan imaginasi, ketika
berulang-ulang menyebutkan ayat-ayat Allah tentang kosmos dan diri kita
sendiri.
2. Asas
Ta’abbudiyyah
Kata ta‘abbud bersumber
dari akar kata (derivat) ‘abd dan ‘ubudiyyah yang
bermakna ibadah dan penghambaan.
a.
Makna ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti
merendahkan diri serta tunduk.Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan
anggota badan.Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah
(yang berkaitan dengan hati).Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan
syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati).Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah
(fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan
penciptaan manusia. Allah berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki
rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi
makan kepada-Ku.Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58].
3. Asas
Tasyri’
Menurut al Qur’an, syara’ adalah :
a. Pemberlakuan
ajaran Islam
b. Penjelas
aqidah yang wajib di imani
c. Penjelas
ibadah kepada Allah menurut asanya
d. Sandaran
perintah dan larangan yang di tetapkan.
Barang siapa memperkenankan dirinya untuk
membuat syari’at, atau menaati yang tidak di syari’atkan oleh Allah, berarti
dia telah menyukutukan Allah dengan tuhan lain. Oleh karena itu Allah
melukiskan orang yang menyukutan syari’atnya kedalam surat At-Taubah: 31.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا
مِنْ دُونِ
اللَّهِ...
“Mereka
menjadikan orang-orang alim mereka dan rohib-rohib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah …” (Q.S 9 at-Taubah:31)
C. Esensi Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan
pendidikan Islam terkait erat dengan tujuan penciptaan Manusia sebagai khalifah
allah dan sebagai Hamba allah[4]. Dalam
rangkaian tujuan pendidikan Islam, salah satu pakar pendidikan islam
mengutarakan rincian tujuannya yaitu[5]:
1.
Untuk membantuk pembentukan akhlak
2.
Persiapan kehidupan di dunia dan
Akhirat
3.
Menumbuhkan ruh ilmiyah
4.
Menyiapkan peserta didik dari segi
profesional.
5.
Persiapan dalam berusaha untuk
mencari rezeki
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah membentuk pribadi
seorang muslim dan muslimat untuk menjadi hamba yang taat, tunduk dan patuh
Kepada Allah. Selain itu, Tujuan Pendidikan Islam juga berorientasi kepada
perwujuan suatu sikap yang selalu menghadirkan Allah sebagai Tuhan yang selalu
mengawasi setiap makhluknya.
Oleh karenanya, jika ini terwujud,
maka akan terlahirlah bibit-bibit manusia yang bertaqwa dan beriman dan selalu
berada dijalan yang benar dengan kehidupan bahagia dunia dan akhirat.
D. Rumusan World Confrence
of Muslim Education tentang Pendidikan Islam
RECOMMENDATION OF FIRST WORLD CONFERENCE ON MUSLIM EDUCATION
1977 IN MEKKA (THE GENERAL PRUDENTION OF MUSLIM EDUCATION CONCEPT) =
Rekomendasi Konferensi Dunia I umat Islam tentang Pendidikan Islam Di Mekah
Tahun 1977 ( Kebijakan Umum Umat Islam Tentang Konsep Pendidikan Islam)
Pada
Konferensi Dunia pertama tentang pendidikan pada tahun 1977 di Mekkah para
sarjana merumuskan apa sarasaran tujuan pendidikan itu? Pendidikan seharusnya
bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia, secara
total membahas latihan semangat, intelektual rasional diri, perasaan dan
kepekaan rasa tubuh.
Dalam
upaya mencapai tujuan itu para peserta akhirnya merumuskan desain baru tentang
kurikulum atas dasar klasifikasi baru mengenai ilmu pengetahuan. Klasifikasi
tersebut menegaskan ada dua kategori yaitu pengetahuan abadi yang berasal dari
al-Quran dan sunah, yang berarti semua pengetahuan yang berorientasi pada
syari’ah yang berhubungan dan berkaitan dengan itu, dan pengetahuan yang
dipelajari yang rentan tehadap pertumbuhan kualitatif dan kuantitatif, begitu
pula terhadap multiplikasi, variasi yang terbatas dan persilangan budaya selama
tetap konsisten dengan syariah sebagai sumber nilai-nilai, umat islam pada saat
itu bertekad pula untuk memperkuat pranata-pranata pendidikan dengan
memberantas buta aksara memberantas kebodohan menanamkan kebajikan moral dan
mengkonsolidasikan kebudayaannya dan memperkuat solidaritasnya dengan meyakini
terus menyebarkan prinsip-prinsip islam dan penyebaran keagungan budayanya
keseluruh masyarakat muslim di dunia.
Untuk
membuat pendidikan yang berwatak islam, para penguasa yang berwenag dan para
ahli bukan saja mengemukakan norma-norma tersebut secara lisan saja, tetapi
menunjukan dan membantu para ahli pendidikan untuk menyusun kurikulum itu,
penulisan buku-buku teks, buku penuntun guru dan pembuatan metodologi
pengajaran.
Langkah-langkah
untuk mencapai tujuan diatas adalah konseptualisasi dengan konsep keagamaan
yang diambil dari Al-Quran dan As-Sunah karena sudah terbukti bahwa konsep
sekularisasi atau konsep model pendidikan barat tidak dapat membuat dunia ini
menjadi damai dan sejahtera.
Pada
Konferensi Pertama tentang pendidikan yang diselenggarakan oleh Universitas
King Abdul Aziz di Jeddah/Mekkah pada tahun 1977 bulan Maret – April telah
sukses membahas tentang pendidikan formal dan non formal, dwi sistem pendidikan
antara orang-orang yang berpikiran sekuler dan kelompok yang berpikiran
keagamaan, hubungan antara pendidikan dan masyarakat dan masalah pendidikan
wanita serta menggunakan sasaran dan tujuan pendidikan dengan pola ideal
disemua cabang pendidikan.
Konferensi
juga membagi pengetahuan ke dalam dua kategori yaitu pengetahuan yang diterima
sebagai wahyu dan pengetahuan yang diperoleh. Pembuatan pola kurikulum yang
dibuat pada Konferensi Kedua di Islamabad Pakistan bulan maret 1980 yaitu
penekanan di berikan pada reorganisasi pendidikan umum dengan pendekatan islam
yang diberikan pada mahasiswa, dan pada Konferensi dunia Ketiga tentang
pendidikan islam pada bulan maret 1981 di IIER (Institut Pendidikan dan Riset
Islam) di Bangladesh membahas masalah mempersiapkan buku – buku teks yang
disediakan oleh pihak berwenang dalam pendidikan kalau mereka ingin
melaksanakan sebuah kurikulum ideal. Selanjutnya pada Konferensi Keempat di
Jakarta tahun 1982 di prakarsai oleh UII Universitas Islam Indonesia dan
universitas King Abdul Aziz dan pusat dunia bagi pendidikan islam, mereka
merekomendasikan tentang konseptualisasi dari sudut pandang islam, produksi
buku teks dan metodologi pengajaran.
Salah
satu timbulnya konflik dalam masyarakat islam adalah perbedaan antara sistem
tradisional dan modern dan ini hanya bisa bersatu atau di padukan apabila di
silabus dan mata pelajaran dan buku teks dibuat berdasarkan konsep islam dan
ini telah dilaksanakan oleh institut pendidikan dan riset islam di Bangladesh
untuk semua sekolah dasar dan madrasah tradisional. Adapun untuk tingkat
menengah dan universitas diperkenalkan pendidikan umum dengan menggunakan pada
semua cabang pengetahuan dari sudut pandangan islam. dan para sarjana yang
berada di akademi islam di Cambridge telah menulis buku-buku tersebut untuk
membantu para guru mengajarkan atau melakukan pendekatan terhadap studi
pengajaran ilmu-ilmu alam dan sosial serta humaniora dari sudut pandangan
islam.Untuk itu kita harus selalu mengahargai bagaimana para filosof telah
banyak menyumbangkan berbagai karya ilmiyahnya demi perkembangan pendidikan
islam sekarang dan masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka
dapat kami simpulkan bahwa Konsep Dasar Pendidikan Islam bermuara dalam dasar,
tujuan, aspek-aspek serta realisasi sebagai bukti atas teori yang harus
dibuktikan. Mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa merupakan satu satunya
tujuan akhir yang dimaksudkan kepada seluruh manusia, Karena pada hakikatnya
seluruh alam yang diciptakan ini sebagai alat dan sarana bagi manusia untuk
membina dan membentuk diri menjadi manusia yang bertanggung jawab atas amanah
yang diberikan.
Asas pendidikan islam adalah aqidah islam
yang menjadi tumpuan berfikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan
pendidikan. Asas-asas pendidikan islam itu terdiri dari: Asas Ideal, Asas
Ta’bbudiyyah dan Asas Tasyri’. Asas pendidikan menjadi dasar kurikulum (mata
ajaran dan pengajaran) yang diberlakukan.
Asas pandangan islam itu bersifat
universal dalam pandangan penumpuan, dan tafsirannya terhadap alam semesta.
Asas ini menekankan pandangan yang universal antara jasmani dan rohani, antara
jiwa dan raga, antara individu dan masyarakat, dan antara dunia dan
akhirat.Asas Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram,
dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter
B. SARAN
Makalah ini adalah hasil buah
tangan penulis yang masih sangat kurang ilmu pengetahuan, dan penulis juga
sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih menyisakan banyak
kesalahan dan kekurangan.Oleh karena itu, sebagai penulis kami mohon kerendahan
hati dari para pembaca untuk memaklumi kekurangannyadan diharapkan kesediaannya
untuk memberikan kritik yang bersifat konstkruktif untuk menjadi bahan evaluasi
bagi penulis agar di kemudian hari dapat menulis dengan lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam.
(Bandung: Penerbit Angkasa, 2003).
A. Yunus, Filsafat Pendidikan,
(Bandung: Penerbit CV. Citra
Sarana Grafika. 1999).
Ahmad D. Marribah, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
(Bandung: Al-Ma’arif. 1981).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Dalam Perspektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-4, 2001).
Departemen Agama Islam RI,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).
Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Quraish Shihab, Wawasan
Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. (Bandung:Mizan,
1996. cet. Ke-3), hal. 382-383.
Syed Muhammad al-Naquib al-Attas,
Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung: Mizan. 1984. cet. Ke-1) .
[1] Ahmad D. Marribah, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif. 1981). hlm. 30
[2] Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam
Islam. (Bandung: Mizan. 1984. cet. Ke-1) . hlm. 60.
[3]Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-4, 2001). hal.
32.
[4]Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan
Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 7.
[5]Ibid.